Kamis, 29 Desember 2016

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PADA ZAMAN PRA-AKSARA

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PADA ZAMAN   PRA-AKSARA
               Masyarakat pra aksara memang belum mengenal tulisan, tetapi telah mengembangkan kebudayaan dan teknologi walaupun dalam bentuk yang sederhana. Teknologi waktu itu bermula dari teknologi bebatuan yang digunakan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan. Dalam praktiknya peralatan atau teknologi bebatuan tersebut dapat berfungsi serba guna. Pada tahap paling awal alat yang digunakan masih bersifat kebetulan dan seadanya serta bersifat trial dan eror. Teknologi bebatuan pada zaman ini berkembang dalam kurun waktu yang begitu panjang. Teknologi tersebut dapat membantu meringankan pekerjaan dan memenuhi kebutuhan, misalnya penggunaan batu yang diruncingkan untuk menggali tanah, memotong daging binatang buruan dan untuk keperluan lainnya.
               http://www.efooddepot.com/images/products/A/300/4495.jpg
1.1     cobek, peralatan dari batu yang masih digunakan sampai sekarang
Coba amati gambar di atas! Gambar apa dan untuk apa kira-kira? Gambar itu merupakan gambar peralatan rumah tangga yang sudah sangat lama dikenal di lingkungan ibu rumah tangga di Indonesia, apalagi di Jawa. Yang jelas peralatan itu terbuat dari batu yang merupakan warisan nenek moyang. Peralatan dari batu ini sampai sekarang masih digunakan oleh masyarakat kita Berikut ini kita akan membahas tentang teknologi bebatuan yang telah dikembangkan sejak kehidupan manusia purba.








1. Pembagian Zaman Pra-aksara Berdasarkan Hasil Kebudayaanya

              Berdasarkan analisis hasil kebudayaan yang ditinggalkan kehidupan zaman pra-aksara dibedakan menjadi 2 : yaitu zaman batu dan zaman logam. Pembagian zaman tersebut tidak menggunakan batasan-batasan waktu yang jelas untuk tiap-tiap zaman. Mungkin sekali zaman itu berlangsung bersamaan karena pengelompokan zaman tersebut berdasarkan benda –benda yang ditemukan, misalnya zaman Batu dan zaman logam :
1.1.        Zaman Batu
Pada zaman batu semua peralatan manusia dibuat dari batu.
Zaman Batu adalah masa zaman praaksara yang luas, ketika manusia menciptakan alat dari batu (karena tak memiliki teknologi yang lebih baik). Kayu, tulang, dan bahan lain juga digunakan, tetapi batu (terutama flint) dibentuk untuk dimanfaatkan sebagai alat memotong dan senjata. Istilah ini berasal sistem tiga zaman. Zaman Batu sekarang dipilah lagi menjadi masa Paleolitikum,Mesolitikum,Megalitikum dan Neolitikum, yang masing-masing dipilah-pilah lagi lebih jauh.
1.1.1.         Zaman Batu Tua (Paleolitikum)
Paleolitikum terdiri dari dua kata yaitu kata paleos yang mempunyai arti batu dan kata litikum yang berasal dari kata litos yang mempunyai arti tua, Maka biasa juga zaman paleolitikum disebut dengan zaman batu tua.
Zaman batu adalah suatu periode ketika peralatan manusia secara dominan terbut dari batu walaupun ada pula alat-alat penunjang hidup manusia yang terbuat dari kayu ataupun bambu. Namun alat-alat yang terbuat dari kayu atau tulang tersebut tidak meninggalkan bekas sama sekali. Hal ini disebabkan karena bahan-bahan tersebut tidak tahan lama. Dalam zaman ini alat-alat yang dihasilkan masih sangat kasar (sederhana) karena hanya sekadar memenuhi kebutuhan hidup saja. Zaman batu tua diperkirakan berlangsung kira-kira 600.000 tahun yang lalu, yaitu selama masa pleistosen (diluvium). Pada zaman paleolithikum ini, alat-alat yang mereka hasilkan masih sangat kasar.
Paleolitikum atau zaman batu tua disebut demikian sebab alat-alat batu buatan manusia masih dikerjakan secara kasar, tidak diasah atau dipolis. Apabila dilihat dari sudut mata pencariannya periode ini disebut masa berburu dan meramu makanan tingkat sederhana. Manusia pendukung zaman ini adalah Pithecantropus Erectus, Homo Wajakensis, Meganthropus Paleojavanicus dan Homo Soloensis. Fosil-fosil ini ditemukan di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo. Mereka memiliki kebudayaan Pacitan dan Ngandong. Kebudayaan Pacitan pada tahun 1935, Von Koenigswald menemukan alat-alat batu dan kapak genggam di daerah Pacitan. Cara kerjanya digenggam dengan tangan. Kapak ini dikerjaan dengan cara masih sangat kasar. Para ahli menyebut alat pada zaman Paleolithikum dengan nama chopper. Alat ini ditemukan di Lapisan Trinil. Selain di Pacitan, alat-alat dari zaman Paleplithikum ini temukan di daerah Progo dan Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), dan Lahat (Sumatera Selatan).
Ø CIRI-CIRI ZAMAN PALEOLITHIKUM

1.      Jenis Manusia
Berdasarkan penemuan fosil manusia purba, jenis manusia purba hidup pada zaman Paleolitikum adalah Pithecanthropus Erectus, Homo Wajakensis, Meganthropus paleojavanicus, dan Homo Soliensis. Fosil ini ditemukan di aliran sungai Bengawan Solo.
2.       Kebudayaan
Berdasarkan daerah penemuannya maka alat-alat kebudayaan Paleolithikum tersebut dapat dikelompokan menjadi kebudayaan pacitan dan kebudayaan ngandong.
a.      Kebudayaan Pacitan
Pada tahun 1935, von Koenigswald menemukan alat batu dan kapak genggam di daerah Pacitan. Kapak genggam itu berbentuk kapak tetapi tidak bertangkai. Kapak ini masih dikerjakan dengan sangat kasar dan belum dihaluskan. Para ahli menyebutkan bahwa kapak itu adalah kapak penetak. Selain di Pacitan alat-alat banyak ditemukan di Progo dan Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), dan Lahat (Sumatera Utara)
b.      Kebudayaan Ngandong
Para ahli berhasil menemukan alat-alat dari tulang, flakes, alat penusuk dari tanduk rusa dan ujung tombak bergigi di daerah Ngandong dan Sidoarjo. Selain itu di dekat Sangiran ditemukan alat sangat kecil dari betuan yang amat indah. Alat ini dinamakan Serbih Pilah, dan banyak ditemukan di Cabbenge (Sulawesi Selatan) yang terbuat dari batu-batu indah seperti kalsedon. Kebudayaan Ngandong juga didukung oleh penemuan lukisan pada dinding goa seperti lukisan tapak tangan berwarna merah dan babi hutan ditemukan di Goa Leang Pattae (Sulawesi Selatan)
3.      ciri-ciri kehidupan masyarakat di zaman paleolitikum
  • Hidupnya nomaden atau selalu berpindah-pindah tempat.
  • Hidup dalam kelompok-kelompok kecil agar memudahkan mereka bergerak dalam mencari makanan.
  • Hidupnya sangat tergantung pada alam sekitar mereka.
  • Masih menggunakan alat-alat yang sangat sederhana untuk mendukung kegiatan mereka mencari makan. Alat yang dibuat masih dalam bentuk yang sangat kasar, contohnya kapak genggam yang berfungsi untuk memotong, menggali dan menguliti binatang.
  • Masih menggunakan bahasa yang sederhana untuk berkomunikasi
  • Berburu (Food Gathering)
  • Menangkap ikan

Ø  ALAT-ALAT  ZAMAN PALEOLITHIKUM
Pada zaman ini alat-alat terbuat dari batu yang masih kasar dan belum dihaluskan. Contoh alat-alat tersebut adalah:

1. Kapak Genggam
                 [Flakes1-273x224.jpg]
1.2.             Kapak genggam
Kapak genggam banyak ditemukan di daerah Pacitan. Alat ini biasanya disebut "chopper" (alat penetak/pemotong)
Yang ditemukan oleh Von Koenigswald pada 1935 di Pacitan yang diberi nama kapak genggam. Alat tersebut serupa dengan kapak, tetapi tidak bertangkai, cara mempergunakannya dengan cara mengenggam. Kapak genggam terkenal juga dengan sebutan kapak perimbas, atau dalam ilmu prasejarah disebut dengan chopper yang artinya alat penetak.
Pembuatan kapak genggam dilakukan dengan cara memangkas salah satu sisi batu sampai menajam dan sisi lainnya dibiarkan apa adanya sebagai tempat menggenggam. Daerah penemuan kapak perimbas atau kapak genggam selain di Pacitan Jawa Timur juga ditemukan di daerah-daerah lain, seperti Jampang Kulon, Parigi Jawa Timur, Tambang Sawah, Lahat, dan Kalianda Sumatra, Awang Bangkal Kalimantan, Cabenge Sulawesi, Sembiran dan Terunyan Bali.
Alat ini dinamakan kapak genggam karena alat tersebut serupa dengan kapak, tetapi tidak bertangkai dan cara mempergunakannya dengan cara menggenggam. Pembuatan kapak genggam dilakukan dengan cara memangkas salah satu sisi batu sampai menajam dan sisi lainnya dibiarkan apa adanyasebagai tempat menggenggam. Kapak genggam berfungsi menggali umbi, memotong, dan menguliti binatang.

2.  Kapak Perimbas
http://sejarahbudayanusantara.weebly.com/uploads/1/4/2/9/14296470/503290_orig.jpg?145
1.3.       Kapak perimbas
Kapak perimbas berfungsi untuk merimbas kayu, memahat tulang dan sebagai senjata. Manusia kebudayan Pacitan adalah jenis Pithecanthropus. Alat ini juga ditemukan di Gombong (Jawa Tengah), Sukabumi (Jawa Barat), lahat, (Sumatra selatan), dan Goa Choukoutieen (Beijing). Alat ini paling banyak ditemukan di daerah Pacitan, Jawa Tengah sehingga oleh Ralp Von Koenigswald disebut kebudayan pacitan

3.Alat-alat dari tulang binatang atau tanduk rusa
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXFoKUx8xGvOqEc1e45Nal02A9IST2RCjZXVxFTn4RUaSZDdVYx5PF6cUf_vHO70aYMGxO3NPw4yA7tUDWD9P7Kh6qv7uFEjTsWWSk2b15VRiAbgzrnumD6z3FS6Z4VNDf8ojr6E7-cwEi/s1600/alat-tulang-rusa.gif
1.4.            tulang kaki rusa
Salah satu alat peninggalan zaman paleolithikum yaitu alat dari tulang binatang. Alat-alat dari tulang ini termasuk hasil kebudayaan Ngandong. Kebanyakan alat dari tulang ini berupa alat penusuk (belati) dan ujung tombak bergerigi. Fungsi dari alat ini adalah untuk mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah. Selain itu alat ini juga biasa digunakan sebagai alat untuk menangkap ikan
4. Flakes
abris sous roche
Di daerah Ngandong juga ditemukan alat-alat lain berupa alat-alat kecil terbuat dari batu yang disebut dengan flakes atau alat serpih. Flakes terbuat dari batu biasa dan ada juga yang dibuat dari batu-batu indah berwarna seperti chalcedon.
Alat yang bernama flakes mempunyai fungsi sebagai alat untuk menguliti hewan buruannya, mengiris daging atau memotong umbi-umbian. Fungsinya seperti pisau pada masa sekarang. Flakes ditemukan di daerah-daerah seperti Sangiran, Pacitan, Gombong, Parigi, Jampang Kulon, Ngandong, Mangeruda Flores, Cabbenge Sulawesi, Wangka, Soa, Lahat Sumatra, dan Batturing Sumbawa.
Temuan arkeologis pada zaman Paleolithikum didukung oleh temuan manusia purba sebagai berikut.::
1.      Meganthropus Palaeojavanicus, manusia purba ini dianggap sebagai manusia tertua yang hidup di Jawa kira-kira 2-1 juta tahun yang lalu. Rahangnya mirip kera diperkirakan terus berevolusi. Fosil manusia yang memiliki rahang besar ini ditemukan pada 1941 di Desa Sangiran, lembah Sungai Bengawan Solo oleh Von Koenigswald.
2.      Pithecanthropus Robustus dan Pithecanthropus Mojokertensis ditemukan 1936 di lembah Kali Berantas oleh Von Koenigswald.
3.      Pithecanthropus Erectus ditemukan 1890 di Desa Trinil, lembah Bengawan Solo oleh E. Dubois.
4.      Homo Soloensis dan Homo Wajakensis ditemukan antara 1931-1934 di Solo dan Wajak.


1.1.2.   Zaman Batu Madya (Mesolithikum)
Mesolithikum berasal dari kata Meso yang artinya tengah dan Lithos  yang artinya batu sehingga zaman ini dapat disebut zaman batu tengah.
Ciri kebudayaan Mesolithikum tidak jauh berbeda dengan kebudayaan Palaeolithikum. Namun pada masa Mesolithikum, manusia yang hidup sudah ada yang menetap sehingga kebudayaan Mesolithikum sangat menonjol dan sekaligus menjadi ciri dari zaman ini yang disebut dengan kebudayaan Kjokkenmoddinger dan Abris sous Roche.
Zaman batu madya atau batu tengah berlangsung pada kala holosen. Perkembangan kebudayaan pada zaman batu madya berlangsung lebih cepat daripada zaman batu tua. Karena pendukung kebudayaan ini adalah Homo sapiens (manusia cerdas) dan keadaan alam pada zaman batu madya tidak seliar pada zaman batu tua. Sehingga dalam waktu lebih kurang 20.000 tahun manusia telah mencapai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dari apa yang telah dicapai pada zaman paleolitikum.
Alat batu yang digunakan pada zaman batu tua masih digunakan pada zaman batu madya, bahkan dikembangkan. Pengembangan tersebut mendapat pengaruh kebudayaan dari daratan Asia, sehingga memunculkan corak tersendiri. Alat-alat dari tulang yang digunakan pada zaman tua memegang peranan penting pada zaman batu madya. Manusia pada zaman batu mesolitikum ini telah mampu membuat gerabah, yaitu benda pecah belah yang dibuat dari tanah liat dan dibakar. 
Perkembangan kebudayaan pada zaman ini berlangsung lebih cepat dari masa sebelumnya. Hal ini di sebabkan antara lain.
1.      Keadaan alam yang sudah lebih stabil, yang memungkinkan manusia dapat hidup lebih tenang, sehingga dapat mengembangkan kebudayaannya.
2.      Manusia pendukungnya adalah dari jenis Homo sapien, mahluk yang lebih cerdas di bandingkan pendahulunya.

Mesolitikum secara bahasa dapat diartikan sebagai batu tengah, merupakan tahapan perkembangan masyarakat masa pra sejarah antara batu tua dan batu muda. Tidak jauh berbeda dengan peride sebelumnya, kehidupan berburu atau mengumpulkan makanan. Namun manusia pada masa itu juga mulai mempunyai tempat tinggal agak tetap dan bercocok tanam secara sederhana. Tempat tinggal yang mereka pilih umumnya berlokasi di tepi pantai (kjokkenmoddinger) dan goa-goa (abris sous roche) sehingga di lokasi-lokasi tersebut banyak ditemukan berkas-berkas kebudayaan manusia pada zaman itu.

Pada zaman ini manusia telah mampu membuat gerabah yang di buat dari tanah liat, selain kapak genggam Sumatra (Sumatralith pebble culture), alat tulang yang di temukan di Sampung (bone culture), dan sejumlah flakes yang di temukan di Toala (flakes culture). Kehidupan manusia semi-sedenter, banyak dari manusia purba yang tinggal di gua-gua di tebing pantai, yang dinamakan dengan abris sous roche, dimana banyak ditemukan tumpukan sampah dapur yang di sebut dengan kjokkenmoddinger.

1.      Ciri zaman Mesolithikum:
·         Nomaden dan masih melakukan food gathering (mengumpulkan makanan)
·         Alat-alat yang dihasilkan nyaris sama dengan zaman palaeolithikum yakni masih     merupakan alat-alat batu kasar.
·         Ditemukannya bukit-bukit kerang di pinggir pantai yang disebut Kjoken Mondinger (sampah dapur)
·         Alat-alat kebudayaan Mesolithikum yang ditemukan di gua Lawa Sampung, Jawa Timur yang disebut Abris Sous Roche antara lain: Flakes (Alat serpih),ujung mata panah, pipisan, kapak persegi dan alat-alat dari tulang.
·         Alat-alat zaman mesolithikum antara lain: Kapak genggam (Pebble), Kapak pendek (hache Courte) Pipisan (batu-batu penggiling) dan kapak-kapak dari batu kali yang dibelah.
·         Alat-alat diatas banyak ditemukan di daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Flores.

2.      Tiga bagian penting kebudayaan Mesolithikum:
·         Pebble-Culture (alat kebudayaan kapak genggam dari Kjoken Mondinger)
·         Bone-Culture (alat kebudayaan dari Tulang)
·         Flakes Culture (kebudayaan alat serpih dari Abris Saus Roche)

3.      Manusia pendukung kebudayaan Mesolithikum adalah bangsa Papua–Melanosoid
Di situs Sampung, dimana di temukan alat-alat dari tulang, arkeolog Van Stein Callenfels juga menemukan fosil dari ras Austromelanosoid, yang di perkirakan sebagai nenek moyang suku bangsa Papua sekarang. Hasil budaya lain yang cukup menonjol pada zaman ini adalah lukisan gua, yang kemudian banyak di teliti oleh dua orang bersaudara Roder dan Galis terutama lukisan gua yang ada di daerah Papua. Dari penelitian tersebut, terdapat bukti bahwa lukisan itu di buat antara lian dengan tujuan.
  1. Sebagai bagian dari ritual agama, seperti ucapan untuk menghormati nenek moyang, upacara inisiasi, upacara memohon kesuburan, upacara meminta hujan.
  2. Untuk keperluan ilmu dukun, seperti tampak pada gambar binatang yang dianggap memiliki kekuatan magis.
  3. Memperingati peristiwa penting yang terjadi di lingkungan tempat tinggal mereka.
Lukisan gua ini tersebar hampir di seluruh kepulauan indonesia terutama di wilayah indonesia bagian timur. Hal menarik lainnya dari penemuan ini adalah tema dan bentuk lukisan menunjukan kemiripan antara yang satu dengan lainnya, meskipun lukisan gua tersebut diperkirakan berkembang sekitar 40.000 tahun SM ini sudah mengenal teknik pewarnaan. Warna merah berasal dari hematite (oksida besi atau oker merah), putih dari kaolin (kapur), sementara warna hitam terbuat dari arang atau mangan dioksida.
Lukisan tapak tangan lainnya ditemukan juga di gua Leang-Leang, Sulawesi Selatan, cap jari tangan warna merah disana diperkirakan sebagai simbol kekuatan atau lambang kekuatan pelindung terhadap gangguan roh-roh jahat, dan cap-cap tangan yang jari-jarinya tidak lengkap diperkirakan sebagai ungkapan duka atau berkabung.




A. HASIL KEBUDAYAAN MESOLITHIKUM
1. Kebudayaan Pebble (Pebble Culture)

a.    Kjokkenmoddinger (Sampah Dapur)
kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur dan modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian ± 7 meter dan sudah membatu atau menjadi fosil.
Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera yakni antara Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia purba yang hidup pada zaman ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak menemukan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam Palaeolithikum).


    1. Pebble (kapak genggam Sumatera = Sumateralith)
Kapak genggam zaman Batu Madya

Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya menemukan kapak genggam. Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu dipulau Sumatra. Bahan-bahan untuk membuat kapak tersebut berasal batu kali yang dipecah-pecah.


    1. Hachecourt (kapak pendek)

Selain pebble yang diketemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan sejenis kapak tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan hachecourt/kapak pendek.


d.    Pipisan
batu pipisan
Selain kapak-kapak yang ditemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan pipisan (batu-batu penggiling beserta landasannya). Batu pipisan selain dipergunakan untuk menggiling makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah. Bahan cat merah berasal dari tanah merah. Cat merah diperkirakan digunakan untuk keperluan religius dan untuk ilmu sihir.




2.Kebudayaan Tulang dari Sampung (Sampung Bone Culture)
sampung bone culture
Berdasarkan alat-alat kehidupan yang ditemukan di goa lawa di Sampung (daerah Ponorogo - Madiun Jawa Timur) tahun 1928 - 1931, ditemukan alat-alat dari batu seperti ujung panah dan flakes, kapak yang sudah diasah, alat dari tulang, tanduk rusa, dan juga alat-alat dari perunggu dan besi. Oleh para arkeolog bagian terbesar dari alat-alat yang ditemukan itu adalah tulang, sehingga disebut sebagai Sampung Bone Culture.








3.Kebudayaan Flakes (Flakes Culture)

a. Abris Sous Roche (Gua tempat tinggal)
abris sous roche
Abris Sous Roche adalah goa-goa yang yang dijadikan tempat tinggal manusia purba pada zaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas. Penyelidikan pertama pada Abris Sous Roche dilakukan oleh Dr. Van Stein Callenfels tahun 1928-1931 di goa Lawa dekat Sampung Ponorogo Jawa Timur. Alat-alat yang ditemukan pada goa tersebut antara lain alat-alat dari batu seperti ujung panah, flakes, batu pipisan, kapak yang sudah diasah yang berasal dari zaman Mesolithikum, serta alat-alat dari tulang dan tanduk rusa.Di antara alat-alat kehidupan yang ditemukan ternyata yang paling banyak adalah alat dari tulang sehingga oleh para arkeolog disebut sebagai Sampung Bone Culture / kebudayaan tulang dari Sampung. Karena goa di Sampung tidak ditemukan Pebble ataupun kapak pendek yang merupakan inti dari kebudayaan Mesolithikum. Selain di Sampung, Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah Besuki dan Bojonegoro Jawa Timur. Penelitian terhadap goa di Besuki dan Bojonegoro ini dilakukan oleh Van Heekeren. Di Sulawesi Selatan juga banyak ditemukan Abris Sous Roche terutama di daerah Lomoncong yaitu goa Leang Patae yang di dalamnya ditemukan flakes, ujung mata panah yang sisi-sisinya bergerigi dan pebble. Di goa tersebut didiami oleh suku Toala, sehingga oleh tokoh peneliti Fritz Sarasin dan Paul Sarasin, suku Toala yang sampai sekarang masih ada dianggap sebagai keturunan langsung penduduk Sulawesi Selatan zaman prasejarah. Untuk itu kebudayaan Abris Sous Roche di Lomoncong disebut kebudayaan Toala. Kebudayaan Toala tersebut merupakan kebudayaan Mesolithikum yang berlangsung sekitar tahun 3000 sampai 1000 SM. Selain di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah Timor dan Rote. Penelitian terhadap goa tersebut dilakukan oleh Alfred Buhler yang di dalamnya ditemukan flakes dan ujung mata panah yang terbuat dari batu indah.

b. KEBUDAYAAN BACSON-HOABINH
bacson hoabinh
Kebudayaan ini ditemukan dalam gua-gua dan dalam bukit-bukit kerang di Indo-China, Siam, Malaka, dan Sumatera Timur. Alat-alat kebudayaannya terbuat dari batu kali, seperti bahewa batu giling. Pada kebudayaan ini perhatian terhadap orang meninggal dikubur di gua dan juga di bukit-bukit kerang. Beberapa mayatnya diposisikan dengan berjongkok dan diberi cat warna merah. Pemberian cat warna merah bertujuan agar dapat mengembalikan hayat kepada mereka yang masih hidup. Di Indonesia, kebudayaan ini ditemukan di bukit-bukit kerang. Hal seperti ini banyak ditemukan dari Medan sampai ke pedalaman Aceh. Bukit-bukit itu telah bergeser sejauh 5 km dari garis pantai menunjukkan bahwa dulu pernah terjadi pengangkatan lapisan-lapisan bumi. Alur masuknya kebudayaan ini sampai ke Sumatera melewati Malaka. Di Indonesia ada dua kebudayaan Bacson-Hoabinh, yakni:

  1. Kebudayaan pebble dan alat-alat dari tulang yang datang ke Indonesia melalui jalur barat.
  2. Kebudayaan flakes yang datang ke Indonesia melalui jalur timur.

Dengan adanya keberadaan manusia jenis Papua Melanosoide di Indonesia sebagai pendukung kebudayaan Mesolithikum, maka para arkeolog melakukan penelitian terhadap penyebaran pebble dan kapak pendek sampai ke daerah teluk Tonkin daerah asal bangsa Papua Melanosoide. Dari hasil penyelidikan tersebut, maka ditemukan pusat pebble dan kapak pendek berasal dari pegunungan Bacson dan daerah Hoabinh, di Asia Tenggara. Tetapi di daerah tersebut tidak ditemukan flakes, sedangkan di dalam Abris Sous Roche banyak ditemukan flakes bahkan di pulau Luzon (Filipina) juga ditemukan flakes. Ada kemungkinan kebudayaan flakes berasal dari daratan Asia, masuk ke Indonesia melalui Jepang, Formosa dan Filipina.

C. KEBUDAYAAN TOALA
            lukisan pra sejarah

Kebudayaan Toala dan yang serumpun dengan itu disebut juga kebudayaan flake dan blade. Alat-alatnya terbuat dari batu-batu yang menyerupai batu api dari eropa, seperti chalcedon, jaspis, obsidian dan kapur. Perlakuan terhadap orang yang meninggal dikuburkan didalam gua dan bila tulang belulangnya telah mengering akan diberikan kepada keluarganya sebagai kenang-kenangan. Biasanya kaum perempuan akan menjadikan tulang belulang tersebut sebagai kalung. Selain itu, didalam gua terdapat lukisan mengenai perburuan babi dan juga rentangan lima jari yang dilumuri cat merah yang disebut dengan “silhoutte”. Arti warna merah tanda berkabung. Kebudayaan ini ditemukan di Jawa (Bandung, Besuki, dan Tuban), Sumatera (danau Kerinci dan Jambi), Nusa Tenggara di pulau Flores dan Timor.
Manusia pendukung Manusia pendukung kebudayaan mesolitikum adalah manusia dari ras Papua Melanesoid. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya fosil-fosil manusia ras Papua Melanesoid, baik pada kebudayaan Sampung maupun di bukit kerang di Sumatra. Adapun pendukung kebudayaan Toala menurut Sarasin diperkirakan nenek moyang suku Toala sekarang yang juga merupakan keturunan bangsa Wedda dari Sri Lanka. Kehidupan sosial Sebagian manusia pendukung kebudayaan mesolitikum masih tetap berburu dan mengumpulkan makanan, tetapi sebagian besar dari mereka sudah mempunyai tempat tinggal tetap di gua-gua dan bercocok tanam secara sederhana. Ada pula pendukung kebudayaan batu madya yang hidup di pesisir pantai. Mereka hidup dengan menangkap ikan, siput dan kerang. Mereka bercocok tanam secara sederhana dan masih berpindah-pindah sesuai dengan keadaan kesuburan tanah. Tanaman yang mereka tanam semacam umbi-umbian. Pada masa itu, manusia purba sudah berusaha menjinakkan binatang. Hal ini dibuktikan dengan penemuan fosil anjing di Gua Cokondo, Sulawesi Selatan. Seni lukis Pendukung kebudayaan mesolitikum melakukan kegiatan menggambar pada dinding-dinding gua ketika mereka mulai hidup menetap di gua. Pada tahun 1950 Van Heekem melakukan penelitian pertama kali lukisan pada dinding gua di Leang Patta E, Sulawesi Selatan. Pada gua tersebut terdapat gambar cap-cap tangan dengan latar belakang cat merah dan gambar seekor rusa yang sedang melompat dengan panah di bagian jantungnya. Pada tahun 1977, Kosasih S.A. menemukan lukisan gua di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara. Di gua tersebut ditemukan bermacam-macam lukisan seperti manusia dengan berbagai sikap, kuda, rusa, buaya, dan anjing. Pada tahun 1937 J. Roder menemukan lukisan dinding gua di Pulau Seram dan Pulau Kei. Lukisan tersebut di antaranya cap-cap tangan, gambar kadal, manusia, rusa burung, perahu, matahari, mata, dan gambar-gambar geometrik. Kepercayaan Masyarakat pendukung zaman mesolitikum di Indonesia sudah mengenal kepercayaan dan penguburan mayat. Lukisan manusia di Pulau Seram dan Papua merupakan contoh gambar nenek moyang yang dianggap memiliki kekuatan magis sebagai penolak roh jahat. Bukti adanya penguburan dari zaman mesolitikum ditemukan di Gua Lawa (Sampung) dan kjokkenmoddinger. Mayat yang dikubur tersebut dibekali dengan bermacam-macam keperluan sehari-hari seperti kapak-kapak yang indah dan perhiasan. Ada juga mayat yang ditaburi dengan cat merah dalam suatu upacara penguburan dengan maksud memberikan kehidupan baru di alam baka.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEit0mUc1EEIevJDZRF5WZl9-jH1iVN7dvi0u8tqTOPy2-9iMd49yNPLN95tsrMc_vfbCvYqg0VYUAOkuGiDDhpGRGxX724Isc96vOaBnRvO0dI4eE5SoYXN9WkfnrnEOKBITUWQ7eaYpSk/s400/3-28-2013+5-06-25+PM.png

1.1.3.   Zaman Batu Muda (Neolithikum)
Ada dikatakan bahwa neolithikum itu adalah suatu revolusi yang sangat besar dalam peradaban manusia. Perubahan besar ini ditandai dengan berubahnya peradaban penghidupan food-gathering menjadi foodproducing. Pada saat orang sudah mengenal bercocok tanam dan berternak. Pertanian yang mereka selenggarakan mula-mula bersifat primitif dan hanya dilakukan di tanah-tanah kering saja. Pohon-pohon dari beberapa bagian hutan di kelupak kulitnya dan kemudian dibakar. Tanah-tanah yang baru dibuka untuk pertanian semacam itu untuk beberapa kali berturut-turut ditanami dan sesudah itu ditinggalkan.
Orang-orang Indonesia zaman neolithikum membentuk masyarakat-masyarakat dengan pondok-pondok mereka berbentuk persegi siku-siku dan didirikan atas tiang-tiang kayu, dinding-dindingnya diberi hiasan dekoratif yang indah-indah, Walaupun alat-alat mereka masih dibuat daripada batu, tetapi alat-alat itu dibuat dengan halus, bahkan juga sudah dipoles pada kedua belah mukanya.

A. CARA HIDUP

            Cara hidup zaman neolithikum membawa perubahan-perubahan besar, karena pada zaman itu manusia mulai hidup berkelompok kemudian menetap dan tinggal bersama dalam kampung. Berarti pembentukan suatu masyarakat yang memerlukan segala peraturan kerja sama. Pembagian kerja memungkinkan perkembangan berbagai macam dan cara penghidupan di dalam ikatan kerjasama itu. Dapat dikatakan pada zaman neolithikum itu terdapat dasar-dasar pertama untuk penghidupan manusia sebagai manusia, sebagaimana kita dapatkan sekarang.
B. ALAT-ALAT ZAMAN NEOLITHIKUM
Pada zaman neolithikum ini alat-alat terbuat dari batu yang sudah dihaluskan.

1. Pahat Segi Panjang

              Daerah asal kebudayaan pahat segi panjang ini meliputi Tiongkok Tengah dan Selatan, daerah Hindia Belakang sampai ke daerah sungai gangga di India, selanjutnya sebagian besar dari Indonesia, kepulauan Philipina, Formosa, kepulauan Kuril dan Jepang.


2. Kapak Persegi
kapak persegi

Asal-usul penyebaran kapak persegi melalui suatu migrasi bangsa Asia ke Indonesia. Nama kapak persegi diberikan oleh Van Heine Heldern atas dasar penampang lintangnya yang berbentuk persegi panjang atau trapesium. Penampang kapak persegi tersedia dalam berbagai ukuran, ada yang besar dan kecil. Yang ukuran besar lazim disebut dengan beliung dan fungsinya sebagai cangkul/pacul. Sedangkan yang ukuran kecil disebut dengan Tarah/Tatah dan fungsinya sebagai alat pahat/alat untuk mengerjakan kayu sebagaimana lazimnya pahat.
Bahan untuk membuat kapak tersebut selain dari batu biasa, juga dibuat dari batu api/chalcedon. Kemungkinan besar kapak yang terbuat dari calsedon hanya dipergunakan sebagai alat upacara keagamaan, azimat atau tanda kebesaran. Kapak jenis ini ditemukan di daerahi Sumatera, Jawa, bali, Nusatenggara, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan.


3. Kapak Lonjong
kapak lonjong

Sebagian besar kapak lonjong dibuat dari batu kali, dan warnanya kehitam-hitaman. Bentuk keseluruhan dari kapak tersebut adalah bulat telur dengan ujungnya yang lancip menjadi tempat tangkainya, sedangkan ujung lainnya diasah hingga tajam. Untuk itu bentuk keseluruhan permukaan kapak lonjong sudah diasah halus.
Ukuran yang dimiliki kapak lonjong yang besar lazim disebut dengan Walzenbeil dan yang kecil disebut dengan Kleinbeil, sedangkan fungsi kapak lonjong sama dengan kapak persegi. Daerah penyebaran kapak lonjong adalah Minahasa, Gerong, Seram, Leti, Tanimbar dan Irian. Dari Irian kapak lonjong tersebar meluas sampai di Kepulauan Melanesia, sehingga para arkeolog menyebutkan istilah lain dari kapak lonjong dengan sebutan Neolithikum Papua.




  1. Kapak Bahu

Kapak jenis ini hampir sama seperti kapak persegi, hanya saja di bagian yang diikatkan pada tangkainya diberi leher. Sehingga menyerupai bentuk botol yang persegi. Daerah kebudayaan kapak bahu ini meluas dari Jepang, Formosa, Filipina terus ke barat sampai sungai Gangga. Tetapi anehnya batas selatannya adalah bagian tengah Malaysia Barat. Dengan kata lain di sebelah Selatan batas ini tidak ditemukan kapak bahu, jadi neolithikum Indonesia tidak mengenalnya, meskipun juga ada beberapa buah ditemukan yaitu di Minahasa.


  1. Perhiasan (gelang dan kalung dari batu indah)

Jenis perhiasan ini banyak di temukan di wilayah jawa terutama gelang-gelang dari batu indah dalam jumlah besar walaupun banyak juga yang belum selesai pembuatannya. Bahan utama untuk membuat benda ini di bor dengan gurdi kayu dan sebagai alat abrasi (pengikis) menggunakan pasir. Selain gelang ditemukan juga alat-alat perhisasan lainnya seperti kalung yang dibuat dari batu indah pula. Untuk kalung ini dipergunakan juga batu-batu yang dicat atau batu-batu akik.


  1. Pakaian dari kulit kayu

Pada zaman ini mereka telah dapat membuat pakaiannya dari kulit kayu yang sederhana yang telah di perhalus. Pekerjaan membuat pakaian ini merupakan pekerjaan kaum perempuan. Pekerjaan tersebut disertai pula berbagai larangan atau pantangan yang harus di taati. Sebagai contoh di Kalimantan dan Sulawesi Selatan dan beberapa tempat lainnya ditemukan alat pemukul kulit kayu. Hal ini menunjukkan bahwa orang-orang zaman neolithikum sudah berpakaian.


  1. Tembikar (Periuk belanga)

tembikar

Bekas-bekas yang pertama ditemukan tentang adanya barang-barang tembikar atau periuk belanga terdapat di lapisan teratas dari bukit-bukit kerang di Sumatra, tetapi yang ditemukan hanya berupa pecahan-pecahan yang sangat kecil. Walaupun bentuknya hanya berupa pecahan-pecahan kecil tetapi sudah dihiasi gambar-gambar. Di Melolo, Sumba banyak ditemukan periuk belanga yang ternyata berisi tulang belulang manusia.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbVPqyJ760lyUmnmgf4_qwS7sYK_qHiUORfXgKPS-Am4rNSEg4NesRDPuOwOaq2rp5OooEmStxbY16NvTrWuRXFGfA_BR5185Ec3Jid6PsjPn7px7xEpfXV-Ca3Lc3PUaD8-FxHi86vOU/s400/3-28-2013+5-10-54+PM.png


1.1.4.   Zaman Batu Besar (Megalithikum)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdXqNaVUlOEJLoR_N1xq_-d4GwbqlRP5K0VbCOWdWqX74XGdrzfwHCDtGuqV2f_fFicIqLdWC6fxhtjTPGjUJZvQiLWrv6pK_FkfGGMaTi_j7ZW2-VU1giNOMtJPjfG80o6VJ7CZ0L9LU/s1600/3-28-2013+5-13-40+PM.png
Disebut kebudayaan megalithikum sebab semua alat yang dihasilkan berupa berukuran atau terbuat dari batu besar. Kebudayaan ini kelanjytan dari neolithikum karena dibawa oleh bangsa deutro melayu yang datang kekepulauan Indonesia. Kebudayaan ini berkembang bersama dengan kebudayaan logam di Indonesia yakni kebudayaan dongson.
Megalithikum atau zaman batu besar diperkirakan berkembang sejak zaman batu muda sampai zaman logam. Ciri utama pada zaman megalithikum adalah manusia yang hidup pada zamannya sudah mampu membuat bangunan-bangunan besar yang terbuat dari batu. Banyak terdapat bangunan-bangunan besar terbuat dari batu ditemukan khususnya yang berkaitan dengan kepercayaan mereka seperti sarkofagus, kubur batu, punden berundak, arca, menhir, dan dolmen.
Berikut merupakan hasil kebudayaan Megalithikum beserta ciri dan fungsinya serta tempat ditemukannya.
Contoh Benda Peninggalan Zaman Megalitikum
a.      Punden Berundak
Punden berundak adalah bangunan pemujaan para leluhur berupa bangunan bertingkat dengan bahan dari batu, di atasnya biasa didirikan menhir. Bangunan ini banyak dijumpai di Kosala dan Arca Domas Banten, Cisolok Sukabumi, serta Pugungharjo di Lampung. Dalam perkembangan selanjutnya, punden berundak merupaan dasar pembuatan candi, keratin atau bangunan keagamaan lainnya.
b.      Menhir
Menhir ialah tiang atau tugu yang terbuat dari batu yang didiikan sebagai tanda peringatan dan melambangkan arwah nenek moyang, sehingga menjadi benda pujaan dan ditempatkan pada suatu tempat. Fungsi menhir adalah sebagai sarana pemujaan terhadap arwah nenek moyang, sebagai tempat memperingati seseorang (kepala suku) yang telah meninggal, dan sebagai tempat menampung kedatangan roh.
Menhir banyak ditemukan di Sumatra Selatan, Jawa Barat, dan Sulawesi Tengah. Dalam upacara pemujaan, menhir juga berfungsi sebagai tempat untuk menambahkan hewan kurban. Tempat-tempat temuan menhir di Indonesia antara lain di : Pasemah (Sumatra Selatan), Pugungharjo (Lampung), Kosala dan Lebak Sibedug, Leles, Karang Muara, Cisolok (Jawa Barat), Pekauman Bondowoso (Jawa Timur), Trunyan dan Sembiran (Bali), Belu (Timor), Bada-Besoha, dan Toraja, Sulawesi.
c.       Kubur Peti Batu
Kubur peti batu adalah peti jenazah yang terpendam di dalam tanah yang berbentuk persegi panjang, sisi, alas, dan tutupnya terbuat dari papan batu. Benda ini banyak ditemukan di daerah Kuningan, Jawa Barat.

d.       Waruga
Waruga adalah kubur batu yang berbentuk kubus atau bulat dengan tutup berbentuk atap rumah. Bentuk dan fungsi waruga seperti sarkofagus, tetapi dengan penempatan posisi mayat jongkok terlipat. Waruga hanya dapat ditemukan di Minahasa.
e.        Sarkofagus
Sarkofagus atau keranda adalah peti jenazah yang bentuknya seperti lesung, tetapi mempunyai tutup. Pembuatannya seperti lesung batu, tetapi bentuknya seperti keranda. Salah satu tempat penemuan sarkofagus adalah di Bali. Isinya tulang-belulang manusia, barang-barang perunggu dan besi, serta manik-manik. Sarkofagus juga ditemukan di Bondowoso, Jawa Timur. Untuk melindungi roh jasad yang sudah mati dari gangguan gaib, pada sarkofagus sering dipahatkan motif kedok/topeng dengan berbagai ekspresi. Sarkofagus dapat juga diartikan sebagai “perahu roh” untuk membawa roh berlayar ke dunia roh.
f.         Dolmen
Dolmen adalah meja batu besar dengan permukaan rata sebagai tempat meletakkan sesaji, sebagai tempat meletakkan roh, dan menjadi tempat duduk ketua suku agar mendapat berkat magis dari leluhurnya. Dolmen ada yang berkakikan menhir seperti yang ditemukan di Pasemah, Sumatra Selatan, ada juga yang digunakan sebagai kubur batu seperti yang ditemukan di Bondowoso dan di Merawan, Jember, Jawa Timur.
g.       Arca
Arca adalah bangunan yang terbuat dari batu berbentuk binatang atau manusia yang melambangkan nenek moyang dan menjadi pujaan. Peninggalan megalitik ini banyak ditemukan di dataran tinggi Pasemah, yaitu pegunungan antara wilayah Palembang dan Bengkulu. Penyelidikan di Pasemah ini dilakukan oleh Dr. Van der Hoop dan Van Heine Geldern. Di lembah Bada, Sulawesi Tengah ditemukan juga sebuah arca yang melambangkan sosok lelaki dan perempuan. Bangunan-bangunan megalitikum tersebut sering kali ditemukan bersama dengan alat-alat dari zaman neolitikum dan yang paling banyak ditemukan bersamaan alat-alat dari zaman logam.
h.      Pandhusa
benda ini berupa meja batu yang kakinya tertutup rapat berfungsi sebagai kuburan, ditemukan di Bondowoso dan Besuki Jawa Timur.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-28Frtt0TSjcEEZ2t_y4DCuK1u-3HF8Ihde12br8YrpT1CuKvkHZmAMzV8-OIKFquj34XttXG3nzNbFD2M2mjg7Nn4lV6aIHHHsgTDNQq8LATGhSOGmfKF0ga3fAfD85FARUYLDmZ5Fk/s320/3-28-2013+5-16-12+PM.png
 





a.    Zaman logam
Zaman logam masuk ke Indonesia sekitar tahun 500 SM, yaitu setelah menerima pengaruh dari kebudayaan Dongsong (Vietnam). Pada zaman ini orang sudah dapat membuat alat-alat dari logam di samping alat-alat dari batu. Orang sudah mengenal teknik melebur logam, mencetaknya menjadi alat-alat yang diinginkan. Teknik pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu dengan cetakan batu yang disebut bivalve dan dengan cetakan tanah liat dan lilin yang disebut a cire perdue. Periode ini juga disebut masa perundagian karena dalam masyarakat timbul golongan undagi yang terampil melakukan pekerjaan tangan. Zaman logam ini dibagi atas: Zaman perunggu dan zaman besi. Namun Indonesia hanya mengalami Zaman perunggu sehingga zaman logam juga disebut zaman perunggu.
Pada zaman ini manusia purba sudah dapat mencampur tembaga dan timah dengan perbandingan 3 : 10 sehingga diperoleh logam yang lebih keras. Alat-alat perunggu pada zaman ini antara lain :
·         Kapak Corong
            
·         Nekara Perunggu (Moko)
  
·         Benjana Perunggu
 
·         Arca Perunggu
 
·          Perhiasan Perunggu

1.   Zaman tembaga
Zaman tembaga adalah kurun waktu dalam kehidupan manusia dengan peralatan dalam kehidupannya banyak terbuat dari logam tembaga dengan demikian pada zaman tembaga manusia telah mengenal teknik mengecor logam dari tembaga.
Zaman tembaga merupakan zaman logam paling awal yang mempengaruhi kehidupan manusia akan tetapi kehidupan zaman tembaga ini tidak pernah dialami oleh manusia pa aksara di Indoensia. Zaman tembaga lebih banyak dialami manusia pra aksara di kamboja, thailand, dan vietnam.
Zaman Tembaga, atau khalkolithik(Yunani: χαλκός khalkos "tembaga" + Yunani: λίθος lithos "batu"), dikenal juga dengan eneolithik(Latin aeneus "dari tembaga") adalah satu tahapan pada Zaman Perunggu dimana proses penambahan timah terhadap tembaga yang menghasilkan perunggu belum diketahui oleh para ahli metalurgi pada zaman itu. Zaman Tembaga didefinisikan sebagai masa transisi antara Neolithik dan Zaman Perunggu.
Sebuah situs arkeologi di Eropa tenggara (Serbia) memiliki bukti tertua pembuatan tembaga pada temperatur tinggi, berasal dari 7000 tahun yang lalu. Penemuan ini mengindikasikan suatu kemungkinan bahwa peleburan tembaga mungkin telah ditemukan di berbagai daerah berbeda di Asia dan Eropa pada waktu yang sama dibandingkan berkembang dari satu daerah.
2.    Zaman perunggu
Perunggu adalah logam campuran antara timah dan tembag. Pada zaman pernngu peralatan membantu kehidupan manusia telha dibuat dari perunggu. Pada amn perunggu peralatan yang paling terkenal dieknal luas adalah kapak perunggu. Benda ptning lainnya yang ditemukan pada aman perunggu adalah nekara.

3.    Zaman besi
Disebut zaman besi karena peralatan manusia pada masa itu telah menggunakan bahan besi. Pada zaman besi manusia telah mempunyai kepandaian mengcor gigih besi untuk dibuat beragam peralatan guna membantu kehidupannya dnegan memiliki lkkepandaia mengolah biji besi patut diduga bahwa kehidupan pada zaman itu tentunya lebih baik dari zaman sebelumnya.
Zaman Besi adalah suatu tahap perkembangan  manusia di mana penggunaan  untuk pembuatan  dan  sangat dominan. Penggunaan bahan baru ini, di dalam suatu masyarakat sering kali mencakup perubahan praktik pertanian, kepercayaan agama, dan gaya seni, walaupun hal ini tidak selalu terjadi.
Zaman Besi adalah periode utama terakhir dalam sistem tiga zaman untuk mengklasifikasi masyarakat, yang didahului. Waktu berlangsung dan konteks zaman ini berbeda, tergantung pada negara atau wilayah geografis. Secara klasik, Zaman Besi dianggap dimulai pada  pada  danZaman Besi dianggap berakhir dengan kebangkitan kebudayaan  dan, atau  untuk kasus Eropa Utara.
Zaman Besi berhubungan dengan suatu tahap di mana produksi besi adalah salah satu bentuk paling rumit dari. Kekerasan besi yang tinggi, dan sumber  yang melimpah, membuat besi lebih dipilih dan murah dari pada, yang memengaruhi dipilihnya besi sebagai  yang paling umum digunakan. Karena kerajinan besi diperkenalkan secara langsung ke  dan  oleh kolonisasi Eropa, daerah-daerah tersebut tidak pernah mengalami Zaman Besi.
Dari zaman batu, manusia masuk ke zaman logam. Pada zaman ini, manusia tidak hanya menggunakan bahan-bahan dari batu untuk membuat alat-alat kehidupannya, tetapi juga mempergunakan bahan dari logam, yaitu perunggu dan besi untuk membuat alat-alat yang diperlukan.
logam, tentu diikuti dengan kemahiran teknologi yang disebut perundagian. Logam tidak dapat dipukul-pukul atau dipecah seperti batu untuk mendapatkan alat yang dikehendaki, tetapi harus dilebur terlebih dahulu baru kemudian dicetak.
 Hasil terpenting dari kebudayaan logam di Indonesia di antaranya sebagai berikut:
 1) Nekara
Nekara dapat juga disebut Genderang Nobat atau Genderang Ketel karena bentuknya semacam berumbung. Terbuat dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya, dan sisi atasnya tertutup. Di daerah asalnya, Dongson, pemilikan nekara merupakan simbol status, sehingga apabila pemiliknya meninggal, dibuatlah nekara tiruan yang kecil yang dipakai sebagai bekal kubur.
            Di Indonesia nekara hanya dipergunakan waktu upacara-upacara saja, antara lain ditabuh untuk memanggil roh nenek moyang, dipakai sebagai genderang perang, dan dipakai sebagai alat memanggil hujan.
 2) Kapak Corong
Kapak corong disebut juga kapak sepatu karena seolah-olah kapak disamakan dengan sepatu dan tangkai kayunya disamakan dengan kaki. Bentuk bagian tajamnya kapak corong tidak jauh berbeda dengan kapak batu, hanya bagian tangkainya yang berbentuk corong. Corong tersebut dipakai untuk tempat tangkai kayu.
 3) Arca Perunggu
Arca perunggu yang berkembang pada zaman logam memiliki bentuk bervariasi, ada yang berbentuk manusia, ada juga yang berbentuk binatang. Pada umumnya, arca perunggu bentuknya kecil-kecil dan dilengkapi cincin pada bagian atasnya. Adapun fungsi dari cincin tersebut sebagai alat untuk menggantungkan arca itu sehingga tidak mustahil arca perunggu yang kecil dipergunakan sebagai bandul kalung.
 4) Bejana Perunggu
Bejana perunggu ditemukan di tepi Danau Kerinci Sumatra dan Madura, bentuknya seperti periuk tetapi langsing dan gepeng. Kedua bejana yang ditemukan mempunyai hiasan yang serupa dan sangat indah berupa gambar-gambar geometri dan pilin-pilin yang mirip huruf J.
 5) Perhiasan Perunggu
Perhiasan dari perunggu yang ditemukan sangat beragam bentuknya, yaitu seperti kalung, gelang tangan dan kaki, bandul kalung dan cincin.
 6) Manik-Manik
Manik-manik yang berasal dari zaman perunggu ditemukan dalam jumlah yang besar sebagai bekal kubur sehingga memberikan corak istimewa pada zaman perunggu.
Kebudayaan batu dan tulang
Berdasarkan peralatan kehidupan yang ditemukan yang diduga sezaman dengan zaman neozoikum. Diperkirakan zaman ini berlangsung 600.000 tahun yang lalu.pada zaman ini pula diduga manusia mulai muncul dibumi.pada zaman batu tua peralatan yang dibuat berasal dari batu yang masih kasar hasilnya. Persebaran peralatan batu dari zamna palaeolithikum di Indonesia cukup luas, tetapi tempat paling banyak ditemukan adalah diwilayah Pacotan dan Ngandong. Itu sebabnya kebudayaan zaman batu Tua di Indonesai dapat dibedakan atas kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.
Kebudayaan Ngandong
Kebudayaan  Ngandong berkembang di daerah Ngandong dan  juga  Sidorejo,  dekat    Ngawi.  Di daerah  ini banyak  ditemukan alat-alat  dari batu  dan  juga alat-alat  dari tulang.  Alat-alat dari tulang  ini berasal  dari tulang  binatang dan   tanduk    rusa   yang   diperkirakan   digunakan   sebagai penusuk   atau   belati.  Selain  itu,  ditemukan  juga  alat-alat seperti  tombak  yang bergerigi.   Di Sangiran juga ditemukan alat-alat  dari batu,  bentuknya indah  seperti  kalsedon.  Alat- alat ini sering disebut dengan flakke.
Sebaran   artefak   dan  peralatan  paleolitik  cukup  luas sejak dari daerah-daerah di Sumatra,  Kalimantan,  Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur  (NTT), dan Halmahera.
Di daerah sekitar Ngandong dan Sidorejo dekat Madiun, Jawa Timur, ditemukan peralatan-peralatan, seperti :
1.    Kapak genggam.
2.    Flake merupakan alat-alat serpih atau alat-alat kecil.
3.    Alat-alat dari tulang, seperti alat penusuk atau belati, ujung tombak bergegaji pada dua sisi, alat pengorek ubi dan keladi, dan mata tombak dari duri ikan.
4.    Alat-alat dari tanduk rusa yang ujungnnya sudah diruncingkan.
5.    Alat-alat yang terbuat dari batu indah seperti chalcedon.
Alat-alat dari Ngandong juga ditemukan didaerah lain, seperti Sangiran, Sragen, Jawa Tengah dan Cabbenge di Sulawesi Selatan. Menurut para ahli alat-alat yang ditemukan di Ngandong, berasal dari lapisan Ngandong atau pleistosen atas, tetapi pada lapisan tersebut ditemukan fosil Homo Wajakensis. Sementara pada lapisan yang sama, tepatnya didaerah Ngadirejo, Sambung Macan, Sragen, Jawa Tengah, selain ditemukan kapak genggam, ditemukan pula tulang binatang dan batok tengkorak Homo Soloensis
Dengan demikian atas dasar contoh penemuan tersebut, para ahli mengambil kesimpulan bahwa pendukung utama kebudayaan Ngandong adalah Homo Soloensis danHomo Wajakensis. Karena kedua fosil itu berasal dari lapisan yang sama dengan ditemukannya alat-alat dari Ngandong yaitu pleistosen atas.

Kebudayaan Pacitan
Pada tahun 1935 arkeolog  G.H.R. von Koeningswald menemukan beberapa hasil teknologi zaman batu  di wilayah Punung ,Pacitan. Alat yang ditemukan berupa kapak genggam serta alat serpih yang masih kasar. Kebudayaan Pacitan juga di kenal dengan kapak perimbas. Peralatan dari batu yang di temukan itu masih kasar dan bentuknya agak runcing. (seperti kapak pada zaman sekarang) tergantung fungsinya. Bagian yang tajah hanya ada satu sisi saja. Alat tersebut belum bertangkai sehingga digunakan dengan cara di genggam dan disebut kapak gengggam  .
Diduga kapak genggam ini digunakan untuk membunuh binatang dengan cara menusuknya. Namun , ada juga digunakan untuk mengorek-ngorek tanah guna mencari umbi-umbian.
 Kebudayaan Pacitan merupakan karya dari manusia pithecanthropus dan keturunannya. Menurut H.R Von Heekeren , R.P Soejono dan Basuki yang melakukan [enelitian tahun 1953-1954, kebudayaan pacitan merupakan kebudayaan tertua di Indonesia.
Ciri-ciri kapak primbas antara lain:
-          Berbentuk kasar
-          Massif
-          Pembuatannya secara kasar
-          Kulit batunya masih melekat pada permukaan alat
-          Teknik pembuatannya menggunakan teknik pembenturan batu-batu dan penggunaan pecahan-pecahannya yang cocok untuk alat yang di kehendakai.
 Kebudayaan Pacitan dapat di goongkan menjadi dua yaitu tradisi batu inti dan tradisi batu serpih .
Contoh alat-alat kebudayaan pacitan selain kapak primbas :
-          Kapak Penetak (chopper)
Kapak penentak memiliki bentuk yang hamper sama dengan kapak primbas. Bentuk kapak penetak lebih besar dari kapak primbas. Cara pembuatannya masih kasar. Di gunakan untuk menebang pohon, membelah kayu, dan memotong benda lainnya.
-          Kapak Genggam
Kapak yang bentuknya hamper sama dengan kapak primbas dan penetak,namun bentuknya lebih kecil dan sederhana, dan belum di asah. Cara pemakaian kapak genggam adalah di genggam pada ujungnya yang lebih ramping.
-          Pahat genggam
Bentuknya lebih kecil dari kapak genggam. Pahat genggam berfungsiuntuk menggemburkan tanah dan mencari umbi-umbian untuk di konsumsi.
-          Alat serpih (flake)
Bentuknya sangat sedrhana, berukuran 10- 20 cm, di gunakan sebagai pisau,gurdi,dan penusuk untuk mengupas,memotong, dan menggali
tanah.

Pola Kehidupan di Pantai dan Gua

Kebudayaan Kjokkenmoddinger
 












Kjokkenmoddinger adalah sampah dapur dari zaman mesolitikum yang ditemukan di sepanjang pantai timur Pulau Sumatera. Hal ini diteliti oleh Dr. P. V. van Stein Callenfels pada tahun 1925 dan menurut penelitian yang dilakukannya, kehidupan manusia pada saat itu bergantung dari hasil menangkap siput dan kerang karena ditemukan sampah kedua hewan tersebut setinggi 7 meter. Sampah dengan ketinggian tersebut kemungkinan telah mengalami proses pembentukan cukup lama, yaitu mencapai ratusan bahkan ribuan tahun. Di antara tumpukan sampah tersebut juga ditemukan batu penggiling beserta landasannya (pipisan) yang digunakan untuk menghaluskan cat merah.Cat tersebut diperkirakan digunakan dalam acara keagamaan atau ilmu sihir. Di tempat itu juga ditemukan banyak benda-benda kebudayaan seperti kapak genggam yang disebutpebble atau kapak genggam Sumatera (Sumeteralith) sesuai dengan tempat penemuannya. Kapak tersebut terbuat dari batu kali yang dibelah dua dan teksturnya masih kasar. Kapak lain yang ditemukan pada zaman ini adalah bache courte (kapak pendek) yang berbentuk setengah lingkaran seperti kapak genggam atau chopper. Berdasaran pecahan tengkorak dan gigi yang ditemukan padaKjokkenmoddinger, diperkirakan bahwa manusia yang hidup pada zaman mesolitikum adalah bangsa Papua Melanesoide.(nenek moyang suku Irian dan Melanesoid).








Kebudayaan Abris Sous Roche
Abris sous roche adalah goa menyerupai ceruk batu karang yang digunakan manusia sebagai tempat tinggal. Penelitian mengenai kebudayaan Abris sous roche ini juga dilakukan oleh van Stein Callenfels pada tahun 1928-1931 di Goa Lawu dekat Sampung, Ponorogo (Madiun). Alat-alat yang ditemukan lebih banyak terbuat dari tulang sehingga disebut sebagai Sampung Bone Culture.Di daerah Besuki (Jawa Timur), van Heekeren juga menemukan kapak Sumatera dan kapak pendek.Abris sous roche juga ditemukan pada daerah Timor dan Rote oleh Alfred Buhler yang menemukan flakes culture dari kalsedon bertangkai dan hal ini diduga merupakan peninggalan bangsa Papua Melanesoide. Hasil kebudayaanAbris sous roche juga ditemukan di Lamancong (Sulawesi Selatan) yang biasa disebut kebudayaan Toala. Kebudayaan Toala ditemukan pada suatu goa yang disebut Goa Leang PattaE dan inti dari kebudayaan ini adalah flakes dan pebble. Selain Toala, para ahli juga menemukan kebudayaan Bacson-Hoabinh dan Bandung di Indonesia. Bacson-Hoabinh diperkirakan merupakan pusat budaya prasejarah Indonesia dan terdiri dari dua macam kebudayaan, yaitu kebudayaapebble (alat-alat tulang yang datang dari jalan barat) dan kebudayaan flakes(datang melalui jalan timur). Sementara itu, penelitian kebudayaan Bandung dilakukan oleh van Koenigswald di daerah Padalarang, Bandung Utara, Cicalengka, BanjarabSoreang, dan sebelah barat Cililin.Kebudayaan yang ditemukan berupaflakes yang disebut microlith (batu kecil), pecahan tembikar, dan benda-benda perunggu.

PENGETAHUAN TENTANG API
                       http://www.pustakasekolah.com/wp-content/uploads/2012/07/Perkembangan-Iptek-Zaman-Purba.jpg

             Bagi manusia, Api merupakan faktor penting dalam kehidupan. Sebelum di temukan listrik aktivitas manusia sehari-hari tidak terlepas dari api. Berdasarkan data arkeologi , penemuan api kira-kira terjadi pada 40.000 tahun yang lalu. Penemuan api di duga terjadi pada periode manusia HOMOERECTUS .
            Teknologi api di gunakan sebagai manusia untuk berbagai hal. Penemuan api juga memperkenalkan manusia pada teknologi memasak makanan, yaitu memasak dengan cara membakar dan menggunakan bumbu dengan ramuan tertentu. Manusia menggunakan api sebagai senjata sebagai menghalau binatang buas yang menyerangnya. Api di gunakan juga sebagai penerangan. Dapat juga di gunakan sebagai pembuka lahan dengan cara (slah and burn).
Adapun cara membuat api pada zaman Dahulu yaitu :
             sjr.jpg

A.    Teknik Benturan/Gesekan
Sebuah batu di benturkan/di gesekan dengan batuan keras lainnya akan menghasilkan percikan api.                                            

caveman-fire.jpg

B.    Teknik Gosokan 
Fenomena pembuatan api yang kedua diduga akibat ketidaksengajaan mereka ketika memperbaiki alat kayunya sehingga keluar bunga api akibat panas.


SEBUAH REVOLUSI

                    Kehidupan batu pada zaman manusia purba mencapai puncaknya pada zaman Batu Muda atau Neolithikum. Pada zaman inilah sebuah revolusi terjadi. Yaitu terjadinya pola hidup manusia. Pola hidup yang bergantung pada alam (Food gathering) di gantikan oleh Pola hidup yang memproduksi sendiri bahan makanan (food producing). Hal ini terjadi karena perubahan jenispendukung kebudayaan tersebut.
                     Hal ini bisa di lihat dengan peralatan pada zaman Batu Muda(Neolithikum) lebih maju dari pada peralatan pada zaman Batu Tua (Palaeolithikum) yang di mulai kira-kira bersamaan dengan berkembangnya kemahiran mengupam (mengasah)  dan di kenalnya pembuatan gerabah.
                    Alat-alat yang pada umumnya di upam adalah kapak dan kapak batu dan di beberapa tempat mengupam di gunakan pada mata panah dan mata tombak. Pada dasarnya hasil teknologi pada zaman batu muda terdiri dari 2 yaitu.

kapak persegi-1.jpg

A.    Kebudayaan Kapak Persegi 
                    Nama kapak persegi berasal dari VON HEINE GELDERN berdasarkan penampang dari alat-alatnya yang berbentuk persegi panjang atau trapezium. Kapak ini berbentuk persegi panjang dengan bagian pangkal yang tidak tajamuntuk mengikat tangkai, sedangkan pada bagian lainnya (ujung) di beri tajaman dengan cara di asah. Selain berfungsi sebagai kapak,  kapak persegi di gunakan untuk kebutuhan lainnya tergantung ukurannya. Kapak persegi yang ukurannya kecil di gunakan untuk memotong kayu sedangkan kapak persegi yang ukurannya besar di gunakan untukmencangkul. Terbuat dari bahan batu api dan batu chalsedon. Di Indonesia di temukan di Sumatra,Bali,Nusa Tenggara Timur,Maluku,Sulawesi,dan Kalimantan. Sedangkan di luar Indonesia di temukan di Malaysia,Thailand,Vietnam,Khemer,Tiongkok,Jepang,Taiwan,dan Polinesia. Pada umumnya kapak persegi berbentuk memanjang dengan penampang lintang persegi.
kapak-lonjong-diberi-tangkai.jpg
B.    Kebudayaan Kapak Lonjong
                    Disebut kapak lonjong karena bentuk penampangnya berbentuk lonjong dan bentuk kapaknya sendiri bulat telur. Seluruh permukaan alat tersebut telah di gosok halus. Sisi pangkal agak runcing dan diikat pada tangkai. Sisi depan diasah sampai tajam. Digunakan untuk memotong kayu dan binatang buruan.Kebudayaan kapak lonjong di sebut neolithikum Papua karena banyak di temukan di Papua. Wilayah persebaran meliputi Sulawesi,Flores,Tanimbar,Maluku, dan Papua.
C.    Perkembangan Zaman Logam
                    Mengakhiri kehidupan zaman batu maka muncullah kehidupan pada zaman Logam. Selain di sebut sebagai zaman Logam ada juga yang menyebut dengan Zaman Perundagian karena pada zaman ini muncul para pengrajin logam. Zaman Logam yang di alami manusia purba yang hidup di Indonesia terdiri atas zaman perunggu dan zaman besi.
1.    Zaman Perunggu
                    Pada saat itu, manusia telah mengenal logam campuran tembaga dan timah yang di sebut perunggu. Adapun berbagai alat yang di buat pada zaman Perunggu antara lain:



      nekara.jpg

A.    Nekara
                    Nekara berbentuk semacam berumbung yang terbuat dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atasnya tertutup. Bagi masyarakat pra aksara, nekara di anggap sesuatu yang suci. Di Indonesia nekara hanya di gunakan waktu upacara penting saja , misalnya : Memanggil arwar/roh nenek moyang, di pakai sebagai genderang perang, dan di pakai sebagai alat pemanggil hujan. Penemuan nekara di Indonesia antara lain: Jawa,Bali,Sumbawa,Sangean,Pulau Rote,Pulau Kei , Dan Pulau selayar.
         nekara moko.jpg
B.     Moko 
                    Moko adalah nekara yang berukuran kecil. Moko diduga banyak di bawa pedagang bugis dari daerah Gresik. Fungsi benda pusaka / mas kawin.

                    kapak perunggu.jpg
C.     Kapak perunggu
                    Sexara tipoogis, kapak perunggu dapat di bagi dalam dua golongan, yaitu kapak corong(kapak sepatu) dan kapak upacara.kapak perunggu memiliki macam-macam bentuk dan ukuran. Dilihat dari penggunaannya, kapak perunggu dapat berfungsi 2 macam, yaitu sebagai alat upacara dan Benda pusaka atau sebagai perkakas/alat bekerja.
bejana perunggu.jpg
D.    Bejana Perunggu
                    Bejana perunggu berbentuk mirip keranjang yang diikatkan di badan para pencari ikan sebagai tempat ikan hasil tangkapan. Bejana perunggu bentuk badannya ada yang polos dan ada pula yang di hias dengan pola huruf. Banyak di temukan di Madura dan Sumatra.
                    perhiasan perunggu.jpg
E.     Perhiasan Perunggu
                    Banyak jenis perhiasan dari perunggu, misalnya gelang tangan, gelang kaki,cincin,serta kalung dengan bandulnya.
                    candrasa.jpg
F.      Candrasa
                    Candrasa merupakan kapak corong yang salah satu sisinya ada yang panjang dan bentuknya sangat indah serta di lengkapi dengan hiasan. Fungsi untuk tanda kebesaran kepala suku dan alat upacara adat.
                        kapak perunggu.jpg
G.    Kapak upacara
                    Kapak upacar ini berwarna hitam kecokelatan,memiliki hiasan yang berbeda pada kedua sisinya. Pada sisi pertama terdapat hewan berkaki 4 dan hiasan flora.ujung pegangan memiliki hiasan motif garis bergerigi,sedangkan pada sisi lainya terdapat hiasan topeng.
                        arca perunggu.jpg
H.    Arca perunggu
                    Arca perunggu ada yang berbentuk orang dan ada pula yng berbentuk binatang.


Adapun teknik mencetak terdiri dari 2 yaitu :
-Teknik Bivalve (setangkup)teknik bivalve.gif
Teknik cetak setangkup menggunakan dua cetakan yang dapat di tangkupkan.Cetakan di beri lubang pada bagian atas, dari lubang itu di tuangkan logam cair.bila sudah dingin maka cetakan dibuka dan selesailah pekerjaannya.
-Teknik a Cire Perdue( cetakan lilin)
teknik cire perdu.jpg
                    Teknik cetakan lilin mempergunakan bentuk benda yang terlebih dahulu terbuat dari lilin yang berisi tanah liat sebagai inti.Lilin dibentuk sesuai dengan keinginan.Setelah lengkap lilin di bungkus dengan tanah liat yang lunak, agar tanah liat mengikuti bentuk lilin tersebut.Bagian atas dan bawah di beri lubang. Tuangkan dari atas perunggu cair dan dari bawah akan mengalir lilin yang meleleh. Bila dingin maka di cetak di pecah dan selesai.


2.      Zaman Besi
                    Zaman besi merupakan zaman terakir dari masa Praaksara.Pada zaman Besi,manusia telah mampu melebur besi dari bijihnya dan mencetaknya sesuai kebutuhan.benda besi sering di temukan sebagai bekal kubur.benda besi sedikit di temukan karena sebagian sudah berkarat sehingga hancur. Alat yang di temukan antara lain : Kapak,sabit,pisau,pedang,dan cangkul.

 Konsep Ruang Pola Hunian Zaman Praaksara
Menurut Kostof, arsitektur telah mulai ada pada saat manusia mampu mengolah lingkungan hidupnya. Pembuatan tanda-tanda di alam yang membentang tak terhingga itu untuk membedakan dengan wilayah lainnya. Tindakan untuk membuat tanda pada suatu tempat itu dapat dikatakan sebagai bentuk awal dari arsitektur. Pada saat itu manusia sudah mulai merancang sebuat tempat.
Bentuk arsitektur pada masa pra-aksara dapat dilihat dari tempat hunian manusia pada saat itu. Mungkin kita sulit membayangkan atau menyimpulkan bentuk rumah dan bangunan yang berkembang pada masa pra-aksara saat itu. 
Dari pola mata pencaharian manusia yang sudah mengenal berburu dan melakukan pertanian sederhana dengan ladang berpindah memungkinkan adanya pola pemukiman yang telah menetap.
Lukisan tangan zaman pra aksara
Lukisan Tangan zaman Pra aksara




















Gambar-gambar dinding goa tidak hanya mencerminkan kehidupan sehari-hari, tetapi juga kehidupan spiritual. Cap-cap tangan dan lukisan di goa yang banyak ditemukan di Papua, Maluku, dan Sulawesi Selatan dikaitkan dengan ritual penghormatan atau pemujaan nenek moyang, kesuburan, dan inisiasi. 
Gambar dinding yang tertera pada goa-goa mengambarkan pada jenis binatang yang diburu atau binatang yang digunakan untuk membantu dalam perburuan. Anjing adalah binatang yang digunakan oleh manusia pra-aksara untuk berburu binatang.
Bentuk pola hunian dengan menggunakan penadah angin, menghasilkan pola menetap pada manusia masa itu. Pola hunian itu sampai saat ini masih digunakan oleh Suku Bangsa Punan yang tersebar di Kalimantan. Bentuk hunian itu merupakan bagian bentuk awal arsitektur di luar tempat hunian di goa. 
Secara sederhana penadah angin merupakan suatu konsep tata ruangan yang memberikan secara implisit memberikan batas ruang. Pada kehidupan dengan masyarakat berburu yang masih sangat tergantung pada alam, mereka lebih mengikut ritme dan bentuk geografis alam. Dengan demikian konsep ruang mereka masih kurang bersifat geometris teratur. 
Pola garis lengkung tak teratur seperti aliran sungai, dan pola spiral seperti route yang ditempuh mungkin adalah citra pola ruang utama mereka. Ruang demikian belum mengutamakan arah utama. Secara sederhana dapatlah kita lihat bahwa, pada masa praaksara konsep tata ruang, atau yang saat ini kita kenal dengan arsitektur itu sudah mereka kenal.